Review Sharp Z2 Indonesia, Citarasa Foxconn yang Sangat Kuat
Sharp secara resmi menjual kembali produk mereka di tanah air. Kalau Anda heran melihat produk terbaru Sharp Mobile ini sama sekali tak mirip dengan produk terakhir yang sempat mereka jual di sini, sama saya juga begitu.
Hingga ketika saya membaca artikel di detik, yang isinya adalah tentang Sharp Mobile yang semangat berjualan kembali setelaj diakuisisi Foxconn, dan petingginya sudah bukan orang Jepang lagi, it all starts to make sense to me now.
Saya sungguh kecewa dengan ketidaksesuaian antara gambar pada dus kemasan penjualan Sharp Z2 dengan kenyataan sebenarnya.
Maksud saya adalah, pada gambar di dusnya, Sharp memperlihatkan Z2 ini seolah-olah hadir tanpa bezel pinggir, pun bagian di bawah layarnya yang nampak berdagu pendek saja. Nyatanya, bagian dagu ini sedikit lebih panjang pada produk aslinya. Dan ya, bezel pinggir tebal berwarna hitam seperti menjadi trik kotor dari ponsel ini.
Masalah besar buat saya, karena ini bisa membuat orang yang membelinya merasa tertipu mentah-mentah. Apa Sharp sudah berpikir matang-matang dengan keputusannya ini?
Mentah matang mentah matang, ini kan review ponsel, bukan review buah mangga, haha.
Sisanya, backcover dan sekeliling ponsel yang terbuat dari metal ini terasa mainstream sekali. Satu hal yang agak berbeda hadir pada desain earpiece yang membulat dengan banyak pori-pori, mengingatkan saya pada earpiece milik Acer Liquid Jade saya dulu. Memang ada alasannya kenapa ponsel ini tidak termasuk ke dalam seri Aquos ya, ini lebih kuat citarasa Foxconn-nya ketimbang Sharp-nya.
Kabar baiknya adalah Sharp Z2 ini memiliki infrared blaster, sehingga bisa digunakan mengontrol peralatan elektronik lain. Kebetulan TV saya Sharp, cocok lah ya, hehehe.
Oh ya, pada video unboxing di atas saya menyebutkan bahwa kamera dari Sharp Z2 depan belakang 13 Megapixels. Rupanya informasi yang saya baca di dus tersebut adalah salah, yang benar kamera depannya 8 Megapixels, sedangkan kamera belakangnyta 16 Megapixels.
Ya memang sih performanya top, bertenaga sekali. Bisa dilihat dari skor benchmark yang dihasilkan. Diajak bermain game berat semisal PES 2017 pun lancar, jadinya enak buat dipake ngabuburit. Tapi tetap saja sehari setidaknya harus ngecas hape dua kali. Cukup miris ya melihat kenyataan hape lain mah dua hari sekali, ini sehari dua kali, heuheu.
Anehnya, saat digunakan bermain game, tingkat penurunan sisa baterainya tak secepat saat digunakan browsing dan membuka aplikasi media sosial. Pun begitu soal suhu, saat dipakai browsing rasanya lebih cepat hangat daripada saat bermain game. Anomali apa ini?
Terlepas dari daya tahan baterai, Sharp Z2 sebetulnya nyaman digunakan. Dengan RAM yang lega dan processor bertenaga, saya tak pernah merasakan waktu tunggu saat sibuk menghabiskan waktu mengecek berbagai notifikasi dari aplikasi-aplikasi yang saya pasang.
Layarnya pun cukup baik menampilkan berbagai warna dan sangat responsif. Meskipun memang kadang mata ini cukup terganggu dengan frame hitam di kiri dan kanan, serta efek fade out di atas dan bawah, yang membuat layar ini serasa berjarak dari panel sentuhnya.
Untuk urusan audio, loudspeaker miliki Sharp Z2 ini tergolong baik, meski tak sampai masuk kategori OK Banget. Setidaknya suaranya tak cempreng dan tak pecah saat volume mulai dinaikkan.
Hingga ketika saya membaca artikel di detik, yang isinya adalah tentang Sharp Mobile yang semangat berjualan kembali setelaj diakuisisi Foxconn, dan petingginya sudah bukan orang Jepang lagi, it all starts to make sense to me now.
Unboxing dan Hands-on Sharp Z2
Saya sungguh kecewa dengan ketidaksesuaian antara gambar pada dus kemasan penjualan Sharp Z2 dengan kenyataan sebenarnya.
Maksud saya adalah, pada gambar di dusnya, Sharp memperlihatkan Z2 ini seolah-olah hadir tanpa bezel pinggir, pun bagian di bawah layarnya yang nampak berdagu pendek saja. Nyatanya, bagian dagu ini sedikit lebih panjang pada produk aslinya. Dan ya, bezel pinggir tebal berwarna hitam seperti menjadi trik kotor dari ponsel ini.
Masalah besar buat saya, karena ini bisa membuat orang yang membelinya merasa tertipu mentah-mentah. Apa Sharp sudah berpikir matang-matang dengan keputusannya ini?
Mentah matang mentah matang, ini kan review ponsel, bukan review buah mangga, haha.
Sisanya, backcover dan sekeliling ponsel yang terbuat dari metal ini terasa mainstream sekali. Satu hal yang agak berbeda hadir pada desain earpiece yang membulat dengan banyak pori-pori, mengingatkan saya pada earpiece milik Acer Liquid Jade saya dulu. Memang ada alasannya kenapa ponsel ini tidak termasuk ke dalam seri Aquos ya, ini lebih kuat citarasa Foxconn-nya ketimbang Sharp-nya.
Kabar baiknya adalah Sharp Z2 ini memiliki infrared blaster, sehingga bisa digunakan mengontrol peralatan elektronik lain. Kebetulan TV saya Sharp, cocok lah ya, hehehe.
Oh ya, pada video unboxing di atas saya menyebutkan bahwa kamera dari Sharp Z2 depan belakang 13 Megapixels. Rupanya informasi yang saya baca di dus tersebut adalah salah, yang benar kamera depannya 8 Megapixels, sedangkan kamera belakangnyta 16 Megapixels.
Sharp Z2 dalam Penggunaan Sehari-hari
Begitu mengetahui bahwa ponsel terbaru Sharp ini menggamit Mediatek untuk menyediakan processor Helio seri X sebagai otak dari dapur pacunya, kekhawatiran saya langsung muncul. Itu kan processor yang selama ini saya sebut-sebut sebagai pemboros.
Walau disebutkan memiliki formasi 4-4-2 dengan empat inti rendah daya, namun pada kenyataannya tetap saja hingga saat ini saya tak pernah puas dengan tingkat konsumsi baterainya. Redmi Note 4 dan Elephone S7 saja dulu hanya mampu bertahan dari pagi hingga malam hari, tak pernah menembus 24 jam.
Kekhawatiran saya terbukti kembali di Sharp Z2. Rekor penggunaan ponsel ini dalam sekali pengisian daya hanya sekitar lima belas jam saja. Padahal screen-on time yang dihasilkan biasa saja, karena memang penggunaannya juga tak intens-intens banget. Habis pikir saya dengan Mediatek Helio X20 ini.
Ya memang sih performanya top, bertenaga sekali. Bisa dilihat dari skor benchmark yang dihasilkan. Diajak bermain game berat semisal PES 2017 pun lancar, jadinya enak buat dipake ngabuburit. Tapi tetap saja sehari setidaknya harus ngecas hape dua kali. Cukup miris ya melihat kenyataan hape lain mah dua hari sekali, ini sehari dua kali, heuheu.
Anehnya, saat digunakan bermain game, tingkat penurunan sisa baterainya tak secepat saat digunakan browsing dan membuka aplikasi media sosial. Pun begitu soal suhu, saat dipakai browsing rasanya lebih cepat hangat daripada saat bermain game. Anomali apa ini?
Terlepas dari daya tahan baterai, Sharp Z2 sebetulnya nyaman digunakan. Dengan RAM yang lega dan processor bertenaga, saya tak pernah merasakan waktu tunggu saat sibuk menghabiskan waktu mengecek berbagai notifikasi dari aplikasi-aplikasi yang saya pasang.
Layarnya pun cukup baik menampilkan berbagai warna dan sangat responsif. Meskipun memang kadang mata ini cukup terganggu dengan frame hitam di kiri dan kanan, serta efek fade out di atas dan bawah, yang membuat layar ini serasa berjarak dari panel sentuhnya.
Untuk urusan audio, loudspeaker miliki Sharp Z2 ini tergolong baik, meski tak sampai masuk kategori OK Banget. Setidaknya suaranya tak cempreng dan tak pecah saat volume mulai dinaikkan.
Kamera pada Sharp Z2
Dua kali mencoba ponsel yang ada hubungannya dengan Foxconn, dua kali pula saya mendapati interface dari aplikasi kameranya menggunakan stock kamera milik Android. Ini artinya tidak ada fitur tambahan yang disertakan untuk memaksimalkan kinerja kameranya dari sisi software.
Karakter dari kamera Sharp Z2 ini masih mirip-mirip dengan Luna G, hanya saja resolusinya lebih besar di 16 Megapixels.
Entah kenapa saya merasa auto-metering dari kamera Sharp Z2 ini cukup sering meleset, sehingga tak jarang hasilnya over atau under saturated. Solusinya sih ada, nyalakan HDR. Namun, penggunaan HDR kan membuat proses pengambilan gambar menjadi lebih lama.
Jarak fokus kamera utamanya juga sangat dekat, layaknya Luna G dulu. Sehingga efek bokeh bisa dihasilkan dengan baik untuk ukuran kamera dari ponsel seharga tiga jutaan ya. Namun sedikit disayangkan penguncian fokus kadang meleset, mungkin penyebabnya sama dengan melesetnya auto-metering tadi ya.
Beralih ke kamera depan, resolusinya cukup besar di 8 Megapixels dan hasilnya cukup dapat diandalkan pada kondisi berkecukupan cahaya. Saat cahaya mulai berkurang, hasilnya nampak mulai kurang tajam dan noise pun muncul.
So far apa yang diberikan oleh kamera Sharp Z2 sebetulnya bisa didapatkan dari kamera pada ponsel di level harga dua jutaan. Not bad, tapi jelas tak bisa dibilang istimewa.
Saya akan biarkan Anda menilai lebih jauh melalui gambar-gambar di artikel review hasil kamera Sharp Z2 ini saja ya.
Karakter dari kamera Sharp Z2 ini masih mirip-mirip dengan Luna G, hanya saja resolusinya lebih besar di 16 Megapixels.
Entah kenapa saya merasa auto-metering dari kamera Sharp Z2 ini cukup sering meleset, sehingga tak jarang hasilnya over atau under saturated. Solusinya sih ada, nyalakan HDR. Namun, penggunaan HDR kan membuat proses pengambilan gambar menjadi lebih lama.
Jarak fokus kamera utamanya juga sangat dekat, layaknya Luna G dulu. Sehingga efek bokeh bisa dihasilkan dengan baik untuk ukuran kamera dari ponsel seharga tiga jutaan ya. Namun sedikit disayangkan penguncian fokus kadang meleset, mungkin penyebabnya sama dengan melesetnya auto-metering tadi ya.
Beralih ke kamera depan, resolusinya cukup besar di 8 Megapixels dan hasilnya cukup dapat diandalkan pada kondisi berkecukupan cahaya. Saat cahaya mulai berkurang, hasilnya nampak mulai kurang tajam dan noise pun muncul.
So far apa yang diberikan oleh kamera Sharp Z2 sebetulnya bisa didapatkan dari kamera pada ponsel di level harga dua jutaan. Not bad, tapi jelas tak bisa dibilang istimewa.
Saya akan biarkan Anda menilai lebih jauh melalui gambar-gambar di artikel review hasil kamera Sharp Z2 ini saja ya.
Apa Kata Aa tentang Sharp Z2
Saya jadi bingung dengan gebrakan Sharp masuk kembali ke Indonesia ini. Karena brand ini sebetulnya punya citra yang baik dengan ponsel yang biasanya berbeda dari ponsel kebanyakan.
Tapi ini? Bentuknya mainstream sekali, belum lagi tipuan soal bezel-nya. Ditambah harganya yang bisa dibilang kurang bersaing, meskipun menawarkan RAM yang besar.
Tapi itu belum seberapa, deal-breaker sesungguhnya ada pada daya tahan baterainya. Baterai berkapasitas 3.000 mAh-nya harus disuapi sehari dua kali.
Iya sih dipakai main game enak dan lancar, tetapi gamer yang suka main berlama-lama pasti pikir-pikir lagi. Mana enak ketika sedang main game dengan asyiknya, eh dapat notifikasi lowbat.
Namun, saya berharap Sharp Mobile tak patah arang dan meneruskan rencana awal mereka yang katanya mau memasukkan hingga tujuh buah ponselnya ke tanah air hingga akhir tahun 2017 nanti. Asal lebih menonjolkan citarasa Sharp, bukan Foxconn, dan memperhatikan masalah harga agar lebih kompetitif, bukan tak mungkin Sharp bisa menjadi kuda hitam.
Karena sepengalaman saya memiliki produk Sharp yang televisi, rasanya puas-puas saja baik dengan kualitas produknya, maupun layanan purna jualnya.
Jadi, mari kita tunggu saja produk Sharp selanjutnya ya. If you know what I mean, hehehe.
Demikian review dari saya, hatur nuhun!
Iya sejak pengumumannya ,ane merasa masalahnya di batrai kapasitasnya kecil banget 3000 beda sama redmi pro ane 4000 cocok pakai helio x25
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBro, itu support USB OTG dan MHL ga ya? sy baru beli tv sharp yg support MHL. biar bs mirroring. makasi
ReplyDelete
ReplyDeleteSkrg harga udah 1380 worth it nga beli hp ini
Knp ya punya saya kadang cepat panas,ram baru kepake setengah, dan sdh donload aplikasi killer, ttp aja sering panans
ReplyDelete